BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kesadaran masyarakat akan pencemaran udara
akibat gas buang kendaraan bermotor di kota-kota besar saat ini makin tinggi.
Dari berbagai sumber bergerak seperti mobil penumpang,
truk, bus, lokomotif kereta api, kapal terbang, dan kapal laut, kendaraan
bermotor saat ini maupun dikemudian hari akan terus menjadi sumber yang dominan
dari pencemaran udara di perkotaan. Di DKI Jakarta, kontribusi bahan pencemar
dari kendaraan bermotor ke udara adalah sekitar 70 %. Resiko
kesehatan yang dikaitkan dengan pencemaran udara di perkotaan secara umum, banyak
menarik perhatian dalam beberapa dekade belakangan ini. Di banyak kota besar,
gas buang kendaraan bermotor menyebabkan ketidaknyamanan pada orang yang
berada di tepi jalan dan menyebabkan masalah pencemaran udara pula.
Beberapa studi epidemiologi dapat menyimpulkan
adanya hubungan yang erat antara tingkat pencemaran udara perkotaan dengan
angka kejadian (prevalensi) penyakit
pernapasan. Pengaruh dari pencemaran khususnya akibat kendaraan bermotor tidak sepenuhnya
dapat dibuktikan karena sulit dipahami dan bersifat kumulatif. Kendaraan
bermotor akan mengeluarkan berbagai gas jenis maupun partikulat yang terdiri
dari berbagai senyawa anorganik dan organik dengan berat molekul yang besar
yang dapat langsung terhirup melalui hidung dan mempengaruhi masyarakat di
jalan raya dan sekitarnya.
Makalah ini akan mengulas dampak pencemaran
udara yang di akibatkan oleh
emisi gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan maupun lingkungan
khususnya kendaraan bermotor dengan bahan akar
fosil-bensin dan solar.
B.
Rumusan masalah
Mengetahui dampak yang
ditimbulkan dari zat-zat yang terkandung dalam gas buang pada kendaraan
bermotor.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Komposisi dan
Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor
Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai
senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari
kondisi mengemudi, jenis mesin, alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi
dan faktor lain yang semuanya ini membuat pola
emisi menjadi rumit. Jenis bahan
bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar
bensin maupun bahan bakar solar sebenarnya sama saja, hanya berbeda proporsinya
karena perbedaan cara operasi mesin. Secara visual
selalu terlihat asap dari knalpot kendaraan
bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak terlihat pada kendaraan
bermotor dengan bahan bakar bensin. Walaupun
gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri dari senyawa yang tidak berbahaya
seperti nitrogen, karbon dioksida dan upa air, tetapi didalamnya terkandung
juga senyawa lain dengan jumlah yang cukup besar yang dapat membahayakan gas
buang membahayakan kesehatan maupun lingkungan. Bahan pencemar
yang terutama
terdapat didalam gas buang buang kendaraan bermotor adalah karbon monoksida (CO),
berbagai senyawa hindrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx),
dan partikulat debu termasuk timbel (PB). Bahan bakar tertentu seperti
hidrokarbon dan timbel organik, dilepaskan keudara karena adanya penguapan dari
sistem bahan bakar. Lalu lintas kendaraan bermotor, juga dapat meningkatkan kadar partik ular debu yang
berasal dari permukaan jalan, komponen ban dan rem. Setelah berada di udara, beberapa senyawa yang terkandung
dalam gas buang kendaraan bermotor dapat berubah karena terjadinya suatu
reaksi, misalnya dengan sinar matahari dan uap air, atau juga antara
senyawa-senyawa tersebut satu sama lain.
Proses reaksi tersebut ada yang berlangsung
cepat dan terjadi saat itu juga di lingkungan
jalan raya, dan adapula yang berlangsung dengan lambat. Reaksi kimia di
atmosfer kadangkala berlangsung dalam suatu rantai reaksi
yang panjang dan rumit, dan menghasilkan produk akhir yang dapat lebih aktif
atau lebih lemah dibandingkan senyawa aslinya. Sebagai contoh, adanya reaksi di
udara yang mengubah nitrogen monoksida (NO) yang terkandung di dalam gas buang
kendaraan bermotor menjadi nitrogen dioksida (NO2 ) yang lebih reaktif, dan
reaksi kimia antara berbagai oksida nitrogen dengan senyawa hidrokarbon yang
menghasilkan ozon dan oksida lain, yang dapat menyebabkan asap awan fotokimi
(photochemical smog). Pembentukan smog ini kadang
tidak terjadi di tempat asal sumber (kota), tetapi dapat terbentuk di pinggiran kota.
Jarak pembentukan smog ini tergantung
pada kondisi reaksi dan kecepatan
angin. Untuk bahan
pencemar yang sifatnya lebih stabil sperti limbah (Pb), beberapa
hidrokarbon-halogen dan hidrokarbon poliaromatik, dapat jatuh ke tanah bersama
air hujan atau mengendap bersama debu, dan mengkontaminasi tanah dan air.
Senyawa tersebut selanjutnya juga dapat masuk ke dalam rantai makanan yang pada
akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia melalui sayuran, susu ternak, dan produk
lainnya dari ternak hewan. Karena banyak industri makanan saat ini akan dapat
memberikan dampak yang tidak diinginkan pada masyarakat
kota maupun desa. Emisi gas buang
kendaraan bermotor juga cenderung membuat kondisi tanah dan air menjadi asam.
Pengalaman di negara maju membuktikan bahwa kondisi seperti ini dapat
menyebabkan terlepasnya ikatan tanah atau sedimen dengan beberapa mineral/logam,
sehingga logam tersebut dapat mencemari lingkungan.
B.
Dampak Terhadap
Kesehatan
Senyawa-senyawa di dalam gas buang terbentuk
selama energi diproduksi untuk mejalankan
kendaraan bermotor. Beberapa senyawa yang dinyatakan dapat membahayakan
kesehatan adalah berbagai oksida sulfur, oksida nitrogen, dan oksida karbon,
hidrokarbon, logam berat tertentu dan partikulat. Pembentukan gas buang tersebut
terjadi selama pembakaran bahan bakar fosil-bensin dan solar didalam mesin.
Dibandingkan dengan sumber stasioner seperti
industri dan pusat tenaga listrik, jenis proses pembakaran yang terjadi pada
mesin kendaraan bermotor tidak sesempurna di
dalam industri dan menghasilkan bahan pencemar
pada kadar yang lebih tinggi, terutama
berbagai senyawa organik dan oksida nitrogen, sulfur dan karbon. Selain itu gas
buang kendaraan bermotor juga langsung masuk ke dalam lingkungan jalan raya
yang sering dekat dengan masyarakat, dibandingkan dengan gas buang dari
cerobong industri yang tinggi. Dengan demikian maka masyarakat yang tinggal
atau melakukan kegiatan lainnya di sekitar jalan yang padat lalu lintas
kendaraan bermotor dan mereka yang
berada di jalan raya seperti para pengendara bermotor, pejalan kaki, dan polisi
lalu lintas, penjaja makanan sering kali terpajan oleh bahan pencemar yang
kadarnya cukup tinggi. Estimasi dosis pemajanan sangat tergantung kepada tinggi
rendahnya pencemar yang dikaitkan dengan kondisi lalu lintas pada saat
tertentu. Keterkaitan antara pencemaran udara di
perkotaan dan kemungkinan adanya resiko terhadap kesehatan, baru dibahas pada
beberapa dekade belakangan ini. Pengaruh yang merugikan mulai dari meningkatnya
kematian akibat adanya episod smog sampai pada
gangguan estetika dan kenyamanan. Gangguan kesehatan lain diantara kedua
pengaruh yang ekstrim ini, misalnya kanker pada paru-paru atau organ tubuh lainnya,
penyakit pada saluran tenggorokan yang bersifat akut maupun khronis, dan
kondisi yang diakibatkan karena pengaruh bahan pencemar terhadap organ lain
sperti paru, misalnya sistem syaraf. Karena setiap individu akan terpajan oleh
banyak senyawa secara
bersamaan, sering kali sangat sulit untuk menentukan senyawa mana atau
kombinasi senyawa yang mana yang paling berperan memberikan pengaruh membahayakan
terhadap kesehatan. Bahaya gas
buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan tergantung dari toksiats (daya racun)
masing-masing senyawa dan seberapa luas masyarakat terpajan olehnya.
Beberapa faktor yang berperan di dalam
ketidakpastian setiap analisis resiko yang dikaitkan
dengan gas buang kendaraan bermotor antara lain adalah :
ü Definisi
tentang bahaya terhadap kesehatan yang digunakan
ü Relevansi dan
interpretasi hasil studi epidemiologi dan eksperimental
ü Realibilitas
dari data pajanan
ü Jumlah manusia
yang terpajan
ü Keputusan untuk
menentukan kelompok resiko yang mana yang akan dilindungi
ü Interaksi
antara berbagai senayawa di dalam gas buang, baik yang sejenis maupun antara
yang tidak sejenis
ü Lamanya
terpajan (jangka panjang atau pendek)
Pada umumnya istilah dari bahaya
terhadap kesehatan yang digunakan adalah pengaruh bahan pencemar yang dapat
menyebabkan meningkatnya resiko atau penyakit atau kondisi medik lainnya pada
seseorang ataupun kelompok orang. Pengaruh ini tidak dibatasi hanya pada
pengaruhnya terhadap penyakit yang dapat dibuktikan secara klinik saja, tetapi
juga pada pengaruh yang pada suatu mungkin juga dipengaruhi faktor lainnya
seperti umur misalnya. Telah banyak bukti bahwa anak-anak dan para
lanjut usia merupakan kelompok yang mempunyai resiko tinggi di dalam peristiwa
pencemaran udara. Anak-anak lebih peka terhadap infeksi saluran pernafasan dibandingkan
dengan orang dewasa, dan fungsi paru-paru nya juga berbeda. Para usia lanjut
masuk di dalam kategori kelompok resiko tinggi
karena penyesuaian kapasitas dan fungsi paru-paru menurun, dan pertahanan
imunitasnya melemah. Karena kapasitas paru-paru dari penderita penyakit jantung
dan paru-paru juga rendah, kelompok ini juga sangat peka terhadap pencemaran
udara.
Berdasarkan sifat kimia dan perilakunya di
lingkungan, dampak bahan pencemar yang terkandung di dalam gas buang kendaraan
bermotor digolongkan sebagai berikut
1.
Bahan-bahan pencemar yang terutama mengganggu
saluran pernafasan. Yang termasuk dalam
golongan ini adalah oksida sulfur, partikulat, oksida nitrogen, ozon dan oksida
lainnya.
2.
Bahan-bahan pencemar yang menimbulkan pengaruh
racun sistemik, seperti hidrokarbon
monoksida dan timbel/timah hitam.
3.
Bahan-bahan pencemar yang dicurigai menimbulkan
kanker seperti hidrokarbon.
4.
Kondisi yang mengganggu kenyamanan seperti
kebisingan, debu jalanan, dll.
C.
Bahan-Bahan
Pencemar yang Terutama Mengganggu Saluran Pernafasan
Organ pernafasan merupakan bagian yang
diperkirakan paling banyak mendapatkan pengaruh karena yang pertama berhubungan
dengan bahan pencemar udara. Sejumlah senyawa spesifik yang berasal dari gas
buang kendaraan bermotor seperti oksida-oksida sulfur dan nitrogen, partikulat
dan senyawa-senyawa oksidan, dapatmenyebabkan iritasi dan radang pada saluran
pernafasan. Walaupun kadar oksida sulfur di dalam gas buang kendaraan bermotor
dengan bahan bakar bensin relatif kecil, tetapi tetap berperan karena jumlah
kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar makin meningkat. Selain itu menurut
studi epidemniologi, oksida sulfur bersama dengan partikulat bersifat
sinergetik sehingga dapat lebih meningkatkan bahaya terhadap
kesehatan.
ü Oksida
sulfur dan partikulat
Sulfur
dioksida (SO2) merupakan gas buang yang larut dalam air yang langsung dapat
terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar saluran ke paru-paru. Karena
partikulat di dalam gas buang kendaraan bermotor berukuran kecil, partikulat
tersebut dapat masuk sampai ke dalam alveoli paru-paru dan bagian lain yang
sempit. Partikulat gas
buang kendaraan bermotor terutama terdiri jelaga (hidrokarbon yang tidak terbakar)
dan senyawa anorganik (senyawa-senyawa logam, nitrat dan sulfat). Sulfur
dioksida di atmosfer dapat berubah menjadi kabut asam sulfat (H2SO4) dan partikulat
sulfat. Sifat iritasi terhadap saluran pernafasan, menyebabkan SO2 dan partikulat
dapat membengkaknya membran mukosa dan pembentukan mukosa dapat meningkatnya
hambatan aliran udara pada saluran pernafasan. Kondisi ini akan menjadi lebih
parah bagi kelompok yang peka, seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru dan
para lanjut usia.
ü Oksida
Nitrogen
Diantara berbagai jenis oksida nitrogen yang
ada di udara, nitrogen dioksida (NO2) merupakan
gas yang paling beracun. Karena larutan NO2 dalam air yang lebih rendah
dibandingkan dengan SO2, maka NO2 akan dapat menembus ke dalam saluran
pernafasan lebih dalam. Bagian dari saluran yang pertama kali dipengaruhi
adalah membran mukosa dan jaringan paru. Organ lain yang dapat
dicapai oleh NO2 dari paru adalah melalui aliran darah. Karena data
epidemilogi tentang resiko pengaruh NO2 terhadap
kesehatan manusia sampai saat ini belum lengkap, maka evaluasinya banyak
didasarkan pada hasil studi eksprimental. Berdasarkan studi menggunakan
binatang percobaan, pengaruh yang membahayakan seperti misalnya meningkatnya
kepekaan terhadap radang saluran pernafasan,
dapat terjadi setelah mendapat pajanan sebesar 100 μg/m3 . Percobaan pada
manusia menyatakan bahwa kadar NO2 sebsar 250
μg/m3 dan 500 μg/m3 dapat mengganggu fungsi saluran pernafasan pada penderita
asma dan orang sehat.
ü Ozon
dan oksida lainnya
Karena ozon lebih rendah lagi larutannya
dibandingkan SO2 maupun NO2 , maka hampir
semua ozon dapat menembus sampai alveoli. Ozon merupakan senyawa oksidan yang
paling kuat dibandingkan NO2 dan bereaksi
kuat dengan jaringan tubuh. Evaluasi tentang dampak ozon dan oksidan lainnya
terhadap kesehatan yang dilakukan oleh
WHO task group menyatakan pemajanan oksidan fotokimia pada
kadar 200 - 500 μg/m³ dalam
waktu singkat dapat merusak fungsi paru-paru anak, meningkat frekwensi serangan
asma dan iritasi mata, serta menurunkan kinerja para olaragawan.
D.
Bahan-bahan
pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemik
Banyak senyawa kimia dalam gas buang kendaraan
bermotor yang dapat menimbulkan
pengaruh sistemik karena setelah diabsorbsi oleh paru, bahan pencemar tersebut
dibawa oleh aliran darah atau cairan getah bening ke bagian tubuh lainnya, sehinga dapat
membahayakan setiap organ di dalam tubuh. Senyawa-senyawa yang masuk ke dalam
hidung dan ada dalam mukosa bronkial juga dapat terbawa oleh darah atau
tertelan masuk tenggorokan dan diabsorbsi masuk ke saluran pencernaan. Selain
itu ada pula pemaja-nan yang tidak
langsung, misalnya melalui makanan, seperti timah
hitam. Diantara senyawa-senyawa yang terkandung di dalam gas kendaraan
bermotor yang dapat menimbulakan pengaruh sistemik, yang paling penting adalah
karbon monoksida dan timbel.
Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat
pencemar udara yang memberikan dampak
negatif terhadap kesehatan
dan kesejahteraan manusia, serta lingkungan hidup. Sumber
pencemar ini juga
menimbulkan dampak terhadap
lingkungan atmosfer yang lebih besar seperti hujan asam, kerusakan
lapisan ozon stratosfer, dan perubahan
iklim global. Zat-zat
yang diemisikan dari
knalpot kendaraan bermotor adalah
CO2, CO, NOx, HC, SOx, PM10, dan Pb (dari bahan bakar yang mengandung
timah hitam/timbal). Hasil
kajian terdahulu seperti the
Study on the Integrated Air Quality Management for Jakarta Area
(JICA, 1997) dan Integrated Vehicle Emission Reduction Strategy
for Greater Jakarta (ADB, 2002) menyimpulkan
bahwa sektor transportasi memberikan
kontribusi yang signifikan
terhadap pencemaran udara perkotaan (Suhadi,
2005). Dampak kesehatan yang
ditimbulkan oleh sektor transportasi berdasarkan zat pencemar
antara lain:
1.
Karbon Monoksida (CO)
Keracunan
gas monoksida (CO)
dapat ditandai dari
keadaan ringan, berupa pusing, sakit
kepala, dan mual.
Keadaan yang lebih
berat berupa menurunnya kemampuan gerak
tubuh, gangguan pada
sistem kardiovaskuler, serangan
jantung hingga kematian. Hubungan
antara konsentrasi CO,
lama terpapar, dan
efek yang timbul adalah sebagai
berikut (Wardhana, 2004):
Hubungan antara konsentrasi CO, Lama terpapar,
dan efek yang timbul
Karakteristik biologik
yang paling penting
dari CO adalah
kemampuannya untuk berikatan dengan
haemoglobin, pigmen sel
darah merah yang
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan
karboksihaemoglobin (HbCO) yang 200
kali lebih stabil
dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat
menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut
dalam fungsinya membawa
oksigen ke seluruh
tubuh. Kondisi seperti ini bisa
berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan.
Selain itu,
metabolisme otot dan
fungsi enzim intra-seluler
juga dapat terganggu dengan
adanya ikatan CO
yang stabil tersebut.
Dampak keracunan CO sangat
berbahaya bagi orang
yang telah menderita
gangguan pada otot
jantung atau sirkulasi darah
periferal yang parah (Depkes).
Namun, dampak
dari CO juga
bervasiasi tergantung dari
status kesehatan seseorang pada
saat terpajan. Pada
beberapa orang yang
berbadan gemuk dapat mentolerir pajanan
CO sampai kadar
HbCO dalam darahnya
mencapai 40% dalam waktu
singkat. Tetapi seseorang yang
menderita sakit jantung
atau paru-paru akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO
dalam darahnya sebesar 5–10%. CO juga bisa
mempengaruhi janin. Pengaruh terhadap janin pada prinsipnya adalah karena pajanan
CO pada kadar tinggi dapat menyebabkan kurangnya pasokan oksigen pada
ibu hamil yang
konsekuensinya akan menurunkan
tekanan oksigen di dalam plasenta dan juga pada janin dan
darah. Hal ini dapat menyebabkan kelahiran prematur atau
bayi lahir dengan
berat badan lebih rendah
dibandingkan keadaan normal
(Tugaswati).
2.
Nitrogen Oksida
Kedua bentuk
nitrogen oksida, NO dan NO2, sangat berbahaya bagi manusia. Namun, penelitian
aktivitas mortalitas kedua komponen tersebut menunjukkan bahwa NO2 empat kali
lebih berbahaya dibanding NO (Fardiaz, 1992).
NO2 merupakan gas yang
toksik bagi manusia
dan pada umumnya
gas ini dapat menimbulkan
gangguan sistem pernapasan. NO2 dapat
masuk ke paru-paru dan membentuk
Asam Nitrit (HNO2)
dan Asam Nitrat
(HNO3) yang merusak
jaringan mukosa (Mulia,
2005).
NO2 dapat
meracuni paru-paru. Jika terpapar NO2 pada kadar 5 ppm setelah 5 menit dapat
menimbulkan sesak nafas dan pada kadar 100 ppm dapat menimbulkan kematian (Chahaya, 2003). Gangguan sistem pernapasan
yang terjadi dapat
menjadi empisema. Bila
kondisinya kronis dapat berpotensi
menjadi bronkitis serta akan
terjadi penimbunan nitrogen
oksida (NOx) dan
dapat menjadi sumber
karsinogenik atau penyebab timbulnya kanker (Sunu, 2001).
3.
Belerang Oksida
Gas SO2 yang ada di udara dapat menyebabkan
iritasi saluran pernapasan dan kenaikan
sekresi mukosa. Dengan
konsentrasi 500 ppm
SO2 dapat menyebabkan kematian pada
manusia. Pencemaran SO2
yang cukup tinggi
telah menimbulkan malapetaka yang
cukup serius seperti
yang terjadi di lembah
sungai Nerse Belgia pada
tahun 1930. Pada
saat itu, kandungan
SO2 di udara
mencapai 38 ppm
dan menyebabkan toksisitas akut. Kasus
yang paling mengerikan
terjadi di London.
Selama lima hari
terjadi perubahan temperatur dan
pembentukan kabut yang menyebabkan kematian
3500-4000 penduduk. Peristiwa ini dikenal dengan nama “London Smog”
(Mulia, 2005). Kadar SO2 yang
berpengaruh terhadap gangguan
kesehatan adalah sebagai berikut (Depkes):
Pengaruh Konsentrasi SO2 terhadap
kesehatan
Selain berpengaruh
terhadap kesehatan manusia,
SO2 juga berpengaruh terhadap tanaman
dan hewan. Pengaruh
SO2 terhadap hewan hampir
menyerupai pengaruh SO2 terhadap manusia. Sedangkan pada tumbuhan, SO2
dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna
pada daun dari
hijau menjadi kuning
atau terjadinya bercak-bercak
putih pada daun tanaman (Sugiarta, 2008).
4.
Hidro Karbon (HC)
Hingga saat ini
belum ada bukti
yang menunjukkan bahwa
HC pada konsentrasi udara ambien
memberikan pengaruh langsung yang merugikan manusia. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan terhadap hewan dan manusia diketahui bahwa hidrokarbon alifatik
dan alisiklis memberikan pengaruh yang tidak diinginkan kepada manusia hanya
pada konsentrasi beberapa ratus sampai beberapa ribu kali lebih tinggi daripada
konsentrasi yang terdapat di atmosfer (Fardiaz, 1992).
Adapun pengaruh hidrokarbon terhadap kesehatan
manusia dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Ebenezer, 2006) :
Jenis-jenis Hidro Karbon aromatik dan Pengaruhnya
pada Kesehatan Manusia
5.
Partikel
Pengaruh
partikel debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung
kepada ukurannya. Ukuran partikel
debu yang membahayakan
kesehatan umumnya berkisar antara
0,1 mikron sampai
dengan 10 mikron.
Pada umumnya ukuran partikel debu
sekitar 5 mikron merupakan partikel udara yang dapat langsung masuk ke
dalam paru-paru dan mengendap di alveoli.
Namun, bukan berarti
bahwa ukuran partikel yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya
karena partikel yang lebih besar dapat
mengganggu saluran pernafasan
bagian atas dan
menyebabkan iritasi. Keadaan ini
akan lebih bertambah
parah apabila terjadi
reaksi sinergistik dengan gas
SO2 yang terdapat
di udara juga.
Selain dapat berpengaruh
negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu daya
tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara
(Depkes).
Partikel udara dalam wujud
padat yang berdiameter kurang dari 10 µm yang biasanya disebut
dengan PM10 (particulate
matter) diyakini oleh
para pakar lingkungan dan
kesehatan masyarakat sebagai
pemicu timbulnya infeksi
saluran pernafasan, karena partikel
padat PM10 dapat mengendap
pada saluran pernafasan daerah bronki dan alveoli. PM10 sangat memprihatinkan
karena memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menembus ke dalam paru.
Sedangkan rambut di dalam hidung hanya dapat
menyaring debu yang
berukuran lebih besar
dari 10 µm (Agusgindo, 2007).
6.
Oksidan
Oksidan
fotokimia masuk kedalam tubuh dan pada kadar subletal dapat mengganggu proses
pernafasan normal, selain ituoksidan fotokimia juga dapat menyebabkan iritasi
mata.
Beberapa gejala yang dapat diamati pada manusia yang diberi perlakuan
kontak dengan ozon, sampai dengan kadar 0,2 ppm tidak ditemukan pengaruh
apapun, pada kadar 0,3 ppm mulai terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan. Kontak dengan
Ozon pada kadar 1,0–3,0 ppm selama 2 jam pada orang-orang yang sensitif dapat
mengakibatkan pusing berat dan kehilangan koordinasi. Pada kebanyakan orang,
kontak dengan ozon dengan kadar 9,0 ppm selama beberapa waktu akan
mengakibatkan edema pulmonari.
Pada
kadar di udara ambien yang normal, peroksiasetilnitrat (PAN) Peroksiabenzoilnitrat (PbzN) mungkin menyebabkan iritasi mata tetapi tidak
berbahaya bagi kesehatan. Peroksibenzoilnitrat (PbzN) lebih cepat
menyebabkan iritasi mata.
7.
Klorin
Selain bau yang menyengat gas khlorin dapat
menyebabkan iritasi pada mata saluran pernafasan. Apabila gas khlorin masuk
dalam jaringan paru-paru dan bereaksi dengan ion hidrogen akan dapat membentuk
asam khlorida yang bersifat sangat korosif dan menyebabkan iritasi dan
peradangan. diudara ambien, gas khlorin dapat mengalami proses oksidasi dan
membebaskan oksigen seperti terlihat dalam reaksi dibawah ini :
CL2 + H2O
---------‡ HCL + HOCL
8 HOCl
---------‡ 6 HCl + 2HclO3
+ O3
Dengan
adanya sinar matahari atau sinar terang maka HOCl yang terbentuk akan
terdekomposisi menjadi asam khlorida dan oksigen.
Selain
itu gas khlorin juga dapat mencemari atmosfer. Pada kadar antara 3,0 – 6,0 ppm
gas khlorin terasa pedas dan memerahkan mata. Dan bila terpapar dengan kadar
sebesar 14,0 – 21,0 ppm selama 30 –60 menit dapat menyebabkan penyakit
paru-paru ( pulmonari oedema ) dan bisa menyebabkan emphysema dan radang
paru-paru.
8.
Timah Hitam
Pemajanan Pb dari industri telah banyak tercatat tetapi kemaknaan pemajanan
di masyarakatvluas masih kontroversi, Kadar Pb di alam sangat bervariasi tetapi
kandungan dalam tubuh manusia berkisar antara 100–400 mg.
Sumber masukan Pb adalah makanan terutama bagi mereka yang tidak bekerja
atau kontak dengan Pb Diperkirakan rata-rata masukkan Pb melalui makanan adalah
300 ug per hari dengan kisaran antara 100–500 mg perhari. Rata-rata
masukkan melalui air minum adalah 20 mg dengan kisaran antara 10–100 mg. Hanya sebagian asupan (intake) yang
diabsorpsi melalui pencernaan. Pada manusia dewasa absorpsi untuk jangka
panjang berkisar antara 5–10% bila asupan tidak berlebihan kandungan Pb dalam tinja
dapat untuk memperkirakan asupan harian karena 90% Pb dikeluarkan dengan cara
ini.
Kontribusi Pb
di udara terhadap absorpsi oleh tubuh lebih sulit diperkirakan. Distribusi
ukuran partikel dan kelarutan pb dalam partikel juga harus dipertimbangkan
biasanya kadar pb di udara sekitar 2 mg/m3 dan dengan asumsi 30% mengendap
disaluran pernapasan dan absorpsi sekitar 14 mg/per hari. Mungkin perhitungan
ini bisa dianggap terlalu besar dan partikel Pb yang dikeluarkan dari kendaraan
bermotor ternyata bergabung dengan filamen karbon dan lebih kecil dari yang
diperkirakan walaupun agregat ini sangat kecil (0,1 mm) jumlah yang tertahan di
alveoli mungkin kurang dari 10%. Uji kelarutan menunjukkan bahwa Pb berada
dalam bentuk yang sukar larut.
Hampir semua organ tubuh mengandung Pb dan kira-kira 90% dijumpai di
tulang, kandungan dalam darah kurang dari 1% kandungan dalam darah dipengaruhi
oleh asupan yang baru (dalam 24 Jam terakhir) dan Oleh pelepan dari sistem
rangka. Manusia dengan pemajanan rendah mengandung 10–30 mg Pb/100 g darah
Manusia yang mendapat pemajanan kadar tinggi mengandung lebih dari 100 mg/100 g
darah kandungan dalam darah sekitar 40 mg Pb/100g dianggap terpajan berat atau
mengabsorpsi Pb cukup tinggi walau tidak terdeteksi tanda-tanda keluhan
keracunan.
Terdapat perbedaan tingkat kadar Pb di perkantoran dan pedesaan wanita
cenderung mengandung Pb lebih rendah dibanding pria, dan pada perokok lebih
tinggi dibandingkan bukan perokok. Gejala klinis keracunan timah hitam pada
individu dewasa tidak akan timbul pada kadar Pb yang terkandung dalam darah
dibawah 80 mg Pb/100 g darah namun hambatan aktivitas enzim untuk sintesa
haemoglobin sudah terjadi pada kandungan Pb normal (30–40 mg).
Timah Hitam berakumulasi di rambut sehingga dapat dipakai sebagai indikator
untuk memperkirakan tingkat pemajanan atau kandungan Pb dalam tubuh Anak-anak
merupakan kelompok risika tinggi Menelan langsung bekas cat yang mengandung
Pbmerupakan sumber pemajanan, selain emisi industri dan debu jalan yang berasal
dari lalu lintas yang padat Mungkin keracunan Pb ada juga hubungannya dengan
keterbelakangan mental tetapi belum ada bukti yang jelas.
Senyawa Pb organik bersifat neurotoksik dan tidak menyebabkan anemia Hampir
semua Pb–tetraetil diubah menjadi Pb Organik dalam proses pembakaran bahan
bakar bermotor dan dilepaskan ke udara. Pengaruh Pb dalam tubuh belum diketahui
benar tetapi perlu waspada terhadap pemajanan jangka panjang Timah Hitam dalam
tulang tidak beracun tetapi pada kondisi tertentu bisa dilepaskan karena
infeksi atau proses biokimia dan memberikan gejala keluhan garam Pb tidak
bersifat karsiogenik terhadap manusia. Gangguan kesehatan adalah akibat
bereaksinya Pb dengan gugusan sulfhidril dari protein yang menyebabkan
pengendapan protein dan menghambat pembuatan haemoglobin, Gejala keracunan akut
didapati bila tertelan dalam jumlah besar yang dapat menimbulkan sakit perut
muntah atau diare akut. Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilang
nafsu makan, konstipasi lelah sakit kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan,
Kejang dan gangguan penglihatan.
No comments:
Post a Comment